Pada tanggal 31 Oktober 2018, Saya dan rekan blogger komunitas ISB mengikuti acara Forestival yang diadakan oleh SETAPAK The Asia Foundation di Hotel Harris Vertu Harmoni, Jakarta. Forestival mengangkat tema "Transformasi dalam Mewujudkan Penegakan Hukum di Sektor Sumber Daya Alam"
Apa itu Forestival?
Forestival merupakan forum pertemuan masyarakat sipil yang aktif yang diinisiasi oleh Program SETAPAK dalam mendorong tata kelola hutan, dan lahan, melalui keterbukaan informasi publik, penegakan hukum, pendekatan berbasis gender, kebijakan sumber daya alam, serta anggaran dan keuangan berkelanjutan untuk mendiskusikan berbagai inisiatif dan tantangan dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.
Program SETAPAK bersama-sama masyarakat sipil mengupayakan adanya monitoring dan investigasi bersama antara CSO dan penegak hukum baik di tingkat regional dan nasional.
Untuk membahas mengenai tantangan, inisiatif, dan transformasi dalam penegakan hukum sumberdaya Alam, Program Forestival menghadirkan 2 tokoh yang sangat kompeten dibidangnya yaitu Bapak Indro Sugianto, S.H., M.H selaku Komisioner Kejaksaan dan Ibu Sukma Violeta, S.H.,LL.M.selaku Komisi Yudisial.
Sosialisasi Komisi Kejaksaan Republik Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa lembaga penegak hukum, salah satunya adalah Kejaksaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa perlu dipantau oleh lembaga eksternal yang independen yaitu Komisi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan merupakan lembaga yang melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku jaksa atau pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur peraturan perundang-undangan dan kode etik didalam maupun diluar kedinasan.
Komisi Kejaksaan mempunyai kewenangan dalam melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana prasarana serta sumberdaya manusia di lingkungan Kejaksaan. Salah satu tugas utama Komisi Kejaksaan adalah melakukan pengawasan terhadap prilaku kinerja Jaksa dalam menjalankan kekuasaan penuntutan di persidangan.
Apa itu penuntutan? Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melipahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim sidang pengadilan. Titik-titik rawan penuntutan dimulai dari proses pra penuntutan, penetapan status tersangka, penerapan pasal sangkaan, proses persidangan sidangan berlangsung larut, penuntutan, dan pelaksanaan putusan
Bapak Indro menyatakan bahwa Undang-undang No 23 tahun 1997 lebih banyak menjelaskan definisi kerusakan lingkungan. Berbeda dengan Undang-undang No 32 tahun 2009 patokan sederhana yaitu pelanggaran baku kerusakan. Siapa yang melanggar baku kerusakan berarti ia melakukan kerusakan lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Ada tiga aspek penegakan hukum lingkungan yaitu aspek pidana, aspek keperdataan, aspek hukum administrasi.
Saat ini dengan arus informasi semakin terbuka dan transparan, kita bisa mengawasi perilaku jaksa. Kita bisa mengakses putusan pengadilan dengan mudah melalui website Mahkamah Agung atau mengakses Dakwaan jaksa di website Kejaksaan. Selain itu, acara persidangan sekarang sudah ada direkaman, sehingga kita sebagai masyarakat bisa mengetahui apa yang terjadi di persidangan. Dengan adanya pemantauan masyarakat maka penegak hukum tidak bisa berbuat curang atau tidak adil, karena mereka sadar bahwa pekerjaan mereka dilihat oleh orang banyak.
Lalu apabila kita menemukan dugaan pekerjaan dan prilaku jaksa, kita bisa melaporkan kepada Komisi Kejaksaan dengan beberapa langkah:
1. Membuat laporan pengaduan yang tertulis pekerjaan dan prilaku jaksa yang melanggar disertai bukti-bukti dan saksi. Jangan lupa tuk dibumbui tanda tangan pelapor atau kuasa pelapor.
2. kirim laporan pengaduan ini ke Komisi Kejaksaan melalui PO BOX atau email. Jika pengiriman melalui PO BOX dengan nomor 6108/JKS.GN 12060, sertakan identitas pelapor berupa nama, alamat, pekerjaan, nomor telepon dan fotokopi KTP. Lalu, sertakan identitas terlapor berupa nama, jabatan, NIP, dan alamat unit kerja terlapor. Kirim berkas ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia di Jalan Rambai No 1A, Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan nomor telepon (021)7264253
Jika mengirim lewat e-mail, kamu bisa mengunduh form pengaduan di http: //komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-pengaduan. Kirim ke pengaduan@komisi-kejaksaan.go.id. Sertakan KTP dalam bentuk fotokopi atau file scanner
Wilayah laporan pengaduan terbanyak:
1. Jawa Timur
2. Sumatra Utara
3. Jawa Barat
4. DKi Jakarta
5. Jawa Tengah
Wilayah laporan pengaduan terbanyak:
1. Jawa Timur
2. Sumatra Utara
3. Jawa Barat
4. DKi Jakarta
5. Jawa Tengah
Pengawasan Hakim: Komisi Yudisial Bersama LSO/CSO
Sukma mengatakan "Komisi Yudisial merupakan komisi penegak etik bagi hakim. Bedakan antara etik dengan hukum"
Sukma Violeta, S.H.,LL.M |
Indenpendensi Peradilan adalah jualan yang paling utama di Indonesia. Berbicara peradilan pasca reformasi, pada zaman orde lama yang kita tahu ada 3 branch kekuasaan negara ada legislatif, eksekutif dan yudikatif. Yudikatif dibawah kekuasaan Presiden dan Eksekutif. Hal itu terlihat bahwa Mahkamah Agung setingkat dengan Menteri dibawah Presiden. Muncul Orde Baru (1967-1999), walaupun tidak ada cerita ketua MA itu dibawah Presiden, akan tetapi praktek sebenarnya ada peningkatan sedikit yang tapi tidak seperti yang diharapkan oleh kita semua. Ketua MA dan semua Hakim ditentukan oleh Presiden karena ada sistem dua atap. Ketika masa reformasi, dijamin peradilan Yudikatif menjadi independen. Masa reformasi menetap berlakunya sistem satu atap, dan membentuk Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi hakim.
Seharusnya indenpendensi menjadikan hakim dalam menangani perkara, pertimbangan hukum, dan memutuskan keputusan sesuai fakta-fakta persidangan dan hukum. Tetapi apa yang kita lihat banyak putusan pengadilan yang kontroversial dapat menodai indenpendensi hakim.
Seharusnya indenpendensi menjadikan hakim dalam menangani perkara, pertimbangan hukum, dan memutuskan keputusan sesuai fakta-fakta persidangan dan hukum. Tetapi apa yang kita lihat banyak putusan pengadilan yang kontroversial dapat menodai indenpendensi hakim.
Gambar diatas menunjukkan meme yang berisi putusan pengadilan yang kontroversial. Seperti kasus kejanggalan putusan hakim Parlas Nababan atas gugatan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT BMH. Parlas menyatakan Bakar hutan tidak merusak lingkungan, karena masih bisa ditanami lagi. Kasus Busrin yang dituduh mengambil kayu bakar dihukum 2 tahun penjara dan membayar denda senilai 2 miliyar rupiah. Coba bandingkan dengan kasus ini, Keputusan PT. Kalista Alam yang pertama merupakan gugatan perdata oleh penggugat yaitu KLHK, kemudian keputusan PT. Kalista Alam yang berada di Aceh sudah sampai ke MA dan dinyatakan harus membayar 360 miliyar. Tidak ada eksekusi bahkan permohonan untuk menunda eksekusi dicampur aduk dengan gugatan. Karena gugatan harus jelas. Gugatan dan penolakan eksekusi merupakan dua hak yang berbeda. Ternyata, utusan justru nengabulkan keputusan PT. Kalista Alam. Maka menjadi sebuah pertanyaan utusan MA dibatalkan oleh pengadilan negeri.
Berdasarkan gambar diatas, Aparat penegak hukum yang ditangkap KPK dan diputus bersalah pada tahun 2013-2016 terbanyak ialah Hakim dengan jumlah 15 orang. Lalu, Advokat dengan jumlah 11 orang, Birokrasi peradilan berjumlah 9 orang, Polisi 3 orang, dan Jaksa 6 orang.
Hakim harus memiliki sifat yang wibawa tidak mendatangi salah satu pihak. Hakim juga harus memiliki wawasan yang luas agar perkara-perkara dapat diselesaikan dengan masuk akal.
Melaporkan tindakan prilaku pelanggaran oleh Jaksa dan Hakim berdasarkan bukti-bukti untuk mewujudkan peradilan yang bersih
No comments:
Post a Comment